Selama perjalanan, Ibrâhîm bin Adham[1]
membiayai segala keperluan Sahl hingga uang beliau habis tak bersisa.
Dalam perjalanan tersebut, Sahl kemudian sakit dan membutuhkan sesuatu.
Karena tidak lagi memiliki uang, Ibrâhîm bin Adham pun menjual
keledainya dan menggunakan uang hasil penjualan keledai tersebut untuk
membeli keperluan Sahl.
Melihat Ibrâhîm bin Adham kembali tanpa
keledainya, Sahl bertanya kepada Ibrâhîm, “Duhai Ibrâhîm, kemanakah
kiranya keledai tungganganmu?”
“Aku telah menjualnya, saudaraku” jawab Ibrâhîm.
“Duhai saudaraku, bagaimana kita akan melanjutkan perjalanan kita tanpa kendaraan?” sela Sahl kepada sahabatnya.
“Jangan khawatir, aku akan
menggendongmu,” jawab Ibrâhîm bin Adham dengan ringan dan kemudian
menggendong sahabatnya hingga melalui tiga kota.[2]
Hikmah di Balik Kisah
Dalam kisah di atas kita dapat melihat bagaimana Ibrâhîm bin Adham radhiyallâhu ‘anhu melayani
Sahl. Sedikit pun beliau tidak merasa berat untuk melayani teman
perjalanannya tersebut. Seakan beliau adalah sang budak sedangkan
temannya sebagai tuannya. Apa pun yang beliau miliki, beliau korbankan
demi membahagiakan temannya itu. Demikianlah akhlak pemimpin sejati,
sebagaimana disampaikan oleh Rasûlullâh saw dalam sabdanya:
سَيدُ الْقَوْمِ خَادِمُهُمْ
Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka. (HR Abû Nu’aim)
Saudaraku, segala karunia yang diberikan
Allâh kepada kita merupakan sarana untuk menggapai ridha-Nya serta
mendapatkan Surga-Nya. Sayangnya, sering kali kita menyia-nyiakan
kesempatan itu. Menolong seseorang sesuai kemampuan kita sebenarnya
tidak sulit untuk dilakukan, akan tetapi akhir zaman ini semakin sedikit
manusia yang peduli kepada orang lain. Padahal, dengan menolong dan
mewujudkan hajat orang lain, Allâh akan menolong dan mewujudkan
hajatnya. Rasûlullâh shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَاللهُ فِيْ عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِيْ عَوْنِ أَخِيْهِ
Dan Allâh senantiasa menolong hamba-Nya selama hamba itu menolong saudaranya. (HR Muslim)
وَاللهُ فِيْ حَاجَةِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِيْ حَاجَةِ أَخِيْهِ
Dan Allâh senantiasa akan mewujudkan hajat seorang hamba selama hamba itu mau mewujudkan hajat saudaranya. (HR Nasâ`î)
[1]
Ibrâhîm bin Adham lahir di Mekah dalam suasana haji. Ketika beliau
lahir, ayah beliau Adham, menggendong beliau berkeliling menemui para
zahid dan ahli ibadah, meminta mereka untuk mendoakannya agar menjadi
seorang yang saleh. Doa mereka pun terkabul. (Abû Nu’aim Al-Ashbahânî, Hilyatul Auliyâ, Juz.VII, Hal.426.)
[2] ‘Abdul Karîm bin Hawâzin Al-Qusairiy, Ar-Risâlatul Qusyairiyyah, Dârul Khair, hal.392.
[2] ‘Abdul Karîm bin Hawâzin Al-Qusairiy, Ar-Risâlatul Qusyairiyyah, Dârul Khair, hal.392.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !