Dialog dengan Malaikat Maut
Aisyah melanjutkan kisahnya, “Sebelum
itu kami mendengar ada sesuatu yang bergerak di balik pintu. Dan itu
adalah Jibril. Jibril meminta izin Rasulullah untuk masuk.
Beliau mengizinkannya.
Kemudian aku mendengar Rasulullah berkata kepadanya, ‘Wahai Jibril, Ar-Rafiqul A’la…, Ar-Rafiqul A’la… Kami tahu bahwa sangkaan kami adalah tepat.’
Kemudian aku bertanya kepada Rasulullah SAW, Apa yang telah terjadi, wahai Rasulullah?’ Rasulullah menjawab, ‘
Itulah Jibril yang datang dan berkata: Malaikat maut telah berada di
depan pintu dan meminta izin. Dan tidaklah malaikat maut meminta izin
kepada seorang pun baik sebelum dan sesudahmu.
Dan ia (jibril) mengatakan: Allah menyampaikan salam kepadamu dan Dia telah merindukanmu,”
Maka, wahai orang-orang yang berakal,apakah perpindahan kepada Tuhan yang merindukannya merupakan suatu kematian?
Bukan. Kehidupan yang sebenarnya adalah perpindahan kepada Allah, Yang Mahahidup.
Kemudian malaikat maut mengatakan kepada
Rasulullah SAW, “Jikalau engkau berkenan, aku akan mencabut ruhmu untuk
menemui Ar-Rafiqul A’la. Namun jika engkau tak berkenan, aku akan
biarkan mengikuti berlalunya masa sampai tempo waktu yang engkau
inginkan.”
Rasulullah memilih Allah Ta’ala. Ya, beliau memilih Sahabat Yang Teragung.
Kemudian malaikat maut pun masuk dan
mengucapkan salam kepada Rasulullah SAW. Ia berkata lagi, “Wahai
Rasulullah, apakah kau mengizinkanku?”
Rasulullah SAW menjawab, “Terserah apa yang akan kau lakukan, Wahai malaikat maut. Dan berlaku lembutlah sewaktu mencabut ruhku.”
“Hhhhhhhhhh……….” (Desis suara Rasulullah SAW menahan rasa sakit).
Rasulullah SAW kembali mengatakan kepada malaikat maut, “Berlaku lembutlah kepadaku, wahai malaikat maut.”
Perhatikanlah (meski dicabut dengan
selembut-lembutnya pencabutan ruh yang pernah dilakukan malaikat maut),
Rasulullah SAW pun merasakan sakitnya sakaratul maut. Maka bagaimana
(yang akan dirasakan) oleh orang yang lalai dengan kematian dalam
kehidupan mereka? Mereka tidak merenungi saat-saat ketika nyawa dicabut
pada saat sakaratul maut.
“Beratkan bagiku,Ringankan bagi umatku”
Maka menanjak naiklah ruh mulia Baginda
Rasulullah SAW, yang ditandai dengan sentakan kedua kaki beliau. Peluh
pun bercucuran dari dahi Baginda.Peluh yang bagaikan butiran permata
berbau kesturi.
Rasulullah SAW menyapu peluhnya itu
dengan tangannya dan kemudian meletakkan tangannya pada sebuah wadah di
tepinya untuk menyejukan tubuhnya.
Kembali suara berdesis dari lisan suci beliau.”Hhhhhhhh……” Lantaran rasa sakit yang ia alami pada saat sakaratul maut. Beliau pun mengatakan, “Sesungguhnya maut itu amatlah berat, YA Allah,ringankan beratnya maut terhadapku”
Maka para malaikat dari langit pun turun
kepada beliau. Mereka berkata, “Ya Rasulullah, sesungguhnya Allah
menyampaikan salam atasmu dan Dia menyatakan bahwa sesungguhnya perihnya
sakaratul maut 20 kali lipat (dalam riwayat lain 70 kali lipat) dari
rasa sakit akibat padang yang menusuk tubuh.”
Rasulullah SAW pun menangis dengan tangisan yang tiada tangisan lain yang lebih menyedihkan bagi kalian semua. Beliau berdoa, “Ya Allah, beratkanlah (sakaratul maut) ini atasku, tapi ringankanlah atas umatku.”
Wahai,bagaimana hati kita tidak tergetar
dan semakin merasakan kerinduan kepada Rasulullah SAW? Bagaimana hati
kita tidak terkesan dengan Rasulullah SAW? Bagaiman kita dapat melupakan
perintah untuk mencintai beliau? Bagaimana hati kita tidak terikat
untuk senantiasa merindukan beliau? Bagimana hati kita tidak tersentuh
kala pribadi beliau diperdengarkan?
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !